KETERLAMBATAN
BELANDA MENGUASAI ALAM KERINCI[1]
Oleh:
Deki Syaputra ZE, S. Hum[2]
Alam
Kerinci merupakan wilayah yang berada di pedalaman Sumatera, tepatnya di
tengah-tengah Pulau Sumatera. Wilayah ini pada abad ke-16 M berada diantara dua
kerajaan besar di Sumatera bagian tengah, yaitu Kerajaan Jambi dan Kerajaan
Indrapura. Alam Kerinci berdiri sendiri dibawah kepemimpinan para depati,
sebagai pucuk pimpinan adat di Alam Kerinci. Dengan demikian, wilayah ini
dikenal sebagai salah satu wilayah yang independen di Sumatera tengah yang
tidak berada di bawah naungan atau kekuasaan kedua kerajaan tersebut.
Sejarah mencatat bahwa bangsa
Belanda telah datang ke Indonesia dengan misi perdagangannya, sehingga
tersebutlah sebuah perusahan dagang yang dikenal dengan sebutan VOC di tahun
1602 sampai akhir abad ke 18 M. Barulah diawal abad ke 19 M, misi perdagangan
berubah menjadi kolonialisasi sehingga wilayah Indonesia dikuasasi oleh bangsa
Eropa seperti halnya Belanda. Dengan demikian kekuasaan para sultan/raja di
Indonesia mengalami kemunduran, begitu juga halnya yang terjadi di dua
Kesultanan (Indrapura dan Jambi) yang berada di antara wilayah Alam Kerinci.
Sementara itu, walaupun kedua
wilayah tersbebut telah diduduki dan dikuasai oleh Belanda, namun tidak dialami
oleh Alam Kerinci. Hal ini karena, Belanda dapat memasuki Alam Kerinci baru
pada abad ke 20 M. Sehingga dapat dikatakan, Alam Kerinci terlambat dikuasai
oleh Belanda. Besar kemungkinan bahwa Alam Kerinci adalah wilayah yang paling
akhir dikuasasi oleh Belanda dengan misi kolonialisnya.
Keadaan inilah yang menggugah Snauck
Hurgronje mengirimkan surat kepada Gubernur N-I. Melalui surat ini, ia menyarankan
kepada pemerintah Belanda untuk memikirkan cara membesarkan pengaruh di Alam
Kerinci yang merupakan wilayah perbatasan Sumatera Barat dan Jambi. Salah satu
yang menjadi hambatannya ialah, pemuka adat sebagai pemimpin di wilayah Alam
Kerinci.[3] Sebagaimana diketahui
bahwa, pemuka adat di wilayah ini adalah para depati[4]
sebagai pucuk pimpinan adat secara independen di Alam Kerinci.
Para depati di wilayah Alam Kerinci,
sangat membenci dan menentang Kolonial Belanda. Walapun Belanda belum pernah
sama sekali menyentuh Alam Kerinci dan mengusik kepemimpinan para depati Alam
Kerinci. Hal ini terjadi karena, salah seorang depati dari Alam Kerinci sudah
pernah menolong negeri jiran
(tetangga)nya dari kompeni Belanda. Salah satu negeri tetangga yang pernah
meminta pertolongan kepada depati di Alam Kerinci untuk membantu mempertahankan
negerinya dari Belanda adalah Indrapura.
Di dalam sebuah naskah di wilayah
Alam Kerinci, diceritakan tentang peristiwa salah satu depati dari Alam Kerinci
membantu rakyat Indrapura mempertahankan negerinya dari serangan kompeni
Belanda. Adapun uraian kisah tersebut sebagi berikut:
…….. .”
Maka tersebut pula ihwal negeri Inderapura itu. Dengan takdir Allah ta’ala maka
datanglah perang, jadi selisih di antara Yang dipertuan Sultan Permansyah
dengan Kempani Walanda. Telah sampailah tiga tahuan berperang itu, maka Yang
dipertuan Sultan Permansyah undurlah ke Batayan pada kampung yang empat
langgam, serta Yang dipertuan pun teringatlah akan sumpah setia yang diperbuat
nenek moyang di atas Bukit Tinjau Laut. Maka menyuruhlah Yang dipertuan ke
Kerinci. Setelah itu maka turunlah Depati Rajo Mudo itu duduk pada negeri
Inderapura sembilan bulan sebelas hari pada tanah Batayan kampung yang empat
langgam”.[5]
Depati
Rajo mudo yang disebut dalam isi naskah tersebut, ialah seorang depati yang
berkedudukan di Luhah Tigo Ninek Kemantan.
Adanya kerjasama di bidang
pertahanan dan keamanan ini antara Alam Kerinci dengan Indrapura, karena hal
ini sudah di ikrarkan ikatan janji jauh
sebelumnya yang bertempat di Bukit Setinjau Laut perbatasan kedua wilayah ini.
Oleh sebab itu, terbentuklah ikatan persaudaraan antara kedua wilayah ini dan
saling bantu membantu dalam berbagai hal. Sampai akhirnya Alam Kerinci melalui
Depati Rajo Mudo ikut andil dalam membantu Indrapura untuk mempertahankan
negeri tersebut dari kolonial Belanda.
Besar kemungkinan hal ini dilakukan
oleh Depati Rajo Mudo, karena kekhawatirannya dengan kompeni Belanda secara
tidak lansung jika Indrapura dan wilayah sekitar seperti Bengkulu dikuasai maka
akan berimbas terhadap keamanan di Alam kerinci. Hal ini karena secara
geografis ketiga negeri tersebut sangat berdekatan, banyak jalur perjalan dari
kedua wilayah tersebut menuju ke Alam Kerinci. Sehingga apabila belanda telah
menguasai Indrapura nantinya, tentu mereka juga akan menguasai Alam Kerinci.
Inilah
yang sangat diinginkan oleh Belanda, seperti yang disampaikan oleh Snouck
Hurgronje yang merupakan ide dan pikiran dari Residen Palembang dalam suratnya.
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa, sebaiknya kita memasuki Alam Kerinci
dari Sumatera Barat (termasuk Indrapura) dan masuk ke daerah Sungai Tenang dan
Serampas dari Bengkulu.[6] Disamping itu, negeri
Jambi yang juga merupakan tetangga Alam Kerinci mengalami hal yang sama dengan
Indrapura.
Sementara itu, Alam Kerinci juga ikut
serta dalam membantu rakyat Jambi untuk mempertahankan negerinya dari konolial
Belanda. Hal ini terjadi pada tahun 1902, dimana para depati mengirim pasukan
tempur ke Jambi atas permintaan Sultan Taha Syaifuddin sebanyak ± 400 orang.[7] Walaupun Alam Kerinci
bukan bagian dari Jambi, tetapi para depati tetap membantu rakyat Jambi karena
disamping melakukan perjanjian dengan Indrapura juga melakukan perjanjian
mengenai pertahanan dan keamanan dengan Jambi yang di wakili oleh Pangeran
Temenggung yang berkedudukan di Muaro Mesumai Bangko.
Dengan adanya Kerinci membantu
Jambi, maka Snouck Hurgronje melaporkan kepada Pemerintah N-I sesuai dengan
laporan dari Bengkulu bahwa, orang-orang Kerinci menyokong pemberontak Jambi.[8] Selain itu, ia juga
menjelaskan tentang bagaimana hubungan Alam Kerinci dengan negeri Jambi. Ia
mengatakan bahwa, hubungan antara Alam Kerinci dengan Jambi bagaikan Gayo dan
Aceh. Jambi tidak ikut campur dalam urusan Alam Kerinci, tetapi Jambi dapat meminta
bantuan kepada orang Kerinci, seperti Sultan Taha akhir-akhir ini. Walaupun
demikian bukan bearti Kerinci adalah bagian dari Jambi dan Sultan Taha juga
bukan sebagai pemimpinnya.[9]
Jauh sebelum Indrapura dan Jambi
didatangi kolonialis Belanda, kedua sultan/raja dan perwakilan kesultanan
tersebut telah memberitahukan kepada pemuda adat di Alam Kerinci bahwa bangsa
Belanda akan mendatangi wilayah Sumatera Bagian Tengah (Kerinci, Jambi,
Indrapura, Minangkabau dan Riau). Pemberitahuan ini tertuang dalam sebuah
naskah kuno di wilayah Alam Kerinci, berita tersebut sebagai berikut:
…” Maka berkatalah
Yang dipertuan Indrapura dengan Pangeran Temenggung kepada depati: “Itulah kita
sekalian supaya jangan negeri kita melarat”. Sekarang musuh besar Jawa Mataram telah
masuk ke Palembang dengan perahunya dan banyak orangnya. ….. . “[10]
Sehingga
dengan wanti-wanti seperti ini, para tetua (depati) di Alam Kerinci sangat
melindungi daerahnya dari musuh-musuh tersebut.
Keterlambatan
Belanda Memasuki Kerinci, juga disebabakan oleh kedua kerajaan di perbatasan
wilayah ini sangat merahasiakan dari Belanda tentang adanya wilayah di balik
bukit barisan dan pucuk negeri Jambi, seperti halnya yang dilakukan oleh
Kerajaan Indrapura. Penulis berpendapat ini disebabkan, adanya amanat Tuanku
Sultan Mohammad Bakhi gelar Sultan Firmansyah seorang regen Indrapura (1858-1891) kepada menantunya Tuanku Abdul
Muthalib, yang berbunyi:
“Hai Rusli jika kamu diangkat Belanda
jadi ganti aku, Alam Kurinci jangan kamu tunjukkan pada Belanda…..,”
Wasiat
ini juga disampaikan di hadapan Penghulu Mentri yang dua puluh dan Mangkubumi.[11]
Penulis berpendapat inilah alasanya
Snouck Hurgronje, mengatakan kepada pemerintah N-I tentang rakyat Kerinci dapat
semena-mena memasuki wilayah yang telah kita kuasai untuk mendapatkan
kebutuhannya, seperti garam sedangkan kita tidak boleh memasuki wilayah mereka.
Jika kita menunja campur tangan, maka makin sulit bagi kita untuk menguasai
Kerinci. Hal ini karena, belum pernah orang Belanda memasuki Kerinci. Sehingga
mengakibatkan orang Kerinci terisolir dan takut pada pengaruh dari luar.[12]
Di awal abad ke 20 M, Belanda
mengetahui keadaan Alam Kerinci dari dua orang Inggris yang berkunjung kesana.
Sehingga Belanda mulai mengatur rencana untuk memasuki Alam Kerinci, tentunya
rencana tersebut amat bejat dan hanya menguntungkan mereka saja. Diantara
rencana tersebut seperti usaha untuk menyakinkan ketua-ketua (para depati),
bahwa kepentingan mereka dan kepentingan kita akan dijaga jikalau ada saling
pengertian anata kita dan mereka. Selain itu, kita juga mesti meminta bantuan
kepada orang yang berhubungan baik dengan mereka. Orang yang mereka dimaksud
tidak lain dan tidak bukan adalah regent indrapura yang bernama rusli.[13]
Hari berganti-hari, sehingga sampailah
masanya ajal menjemput Sultan Firmansyah dan Rusli menggantikan kedudukan
mertuanya. Dikarenakan bujuk rayuan bijat Belanda, akhirnya ia membantu Belanda
untuk memasuki Alam Kerinci. Namun cara-cara yang dilakukan oleh belanda tidak
dapat menundukkan rakyat Kerinci bahkan untusan yang diajak untuk berunding
dengan ketua-ketua Kerinci yang bernama Imam Marusa terbunuh. Oleh karena
itulah, Belanda memasuki Alam Kerinci lansung dengan peperangan. Hal ini sesuai
dengan isi surat yang dikirim oleh Snouck Hurgronje kepada Pemerintah N-I yang
berbunyi, jika cara-cara ini tidak berhasil sudah waktunya kita memasuki daerah
tersebut dengan pasukan.[14]
Belanda memasuki Alam Kerinci,
menumpuh dua jalur utama yaitu Lempur dan Koto Limau Sering. Setelah berbagai
bentuk perlawanan rakyat Kerinci dari tahun 1902, akhirnya di 1903 baru bangsa
Belanda dapat menduduki Alam Kerinci setelah kobaran perang dahsyat di Pulau
Tengah Pinggir Danau Kerinci.[15]
[1] Tulisan ini berangkat dari Surat
Snouck Hurgronje kepada Gubenur N-I dipetik dari Ambtelijke Advieger van C. Snouck Hurgronje 1889-1936. Selain itu,
juga menggunakan sumber lain yang mendukung dan berhubungan dengan tema tulisan
ini.
[2]
Deki Syaputra ZE, S. Hum adalah salah seorang peneliti tentang sejarah
dan kebudayaan wilayah Alam Kerinci. Salah satu hasil research/penelitiannya
adalah Islamisasi di Wilayah Alam Kerinci (Studi Naskah Surat dan Piagam).
Selain itu, ia juga merupakan salah seorang mahasiswa Program Pasca Sarjana
Prodi Ilmu Sejarah Universitas Unand.
[3] Ringkasan Surat Snouck Hurgronje
kepada Gubernur N-I, dipetik dari Ambtelijke
Advieger van C. Snouck Hurgronje 1889-1936, Uitgegaven door E. Gobes er C.
Adriaanse, jilid III ‘s Gravenhage 1965. Diterjemahkan oleh Mr. C.W. Watson
dari Universitas Kebangsaan Malaysia, 30-04-1975, point, 1.
[4] Depati berasal dari bahasa Jawa, yakni sepadan
dengan adipati. Adipati merupakan sebutan untuk salah pemimpin di Tanah
Jawa yang berkedudukan di pendopo, sedangkan depati sebutan untuk para
pemimpin yang ada di setisap luhah (wilayah) di Alam Kerinci yang berkedudukan di mendapo.
[5] Naskah kuno di Mendapo Kemantan dalam
Voerhove. Tambo Kerinci, Salinan Tulisan Jawa Kuno, Incung dan
Melayu Disimpan Sebagai Pusaka Di Kerinci, Leiden [t.p, 1969].
[6] Snouck Hurgronje, Op cit., point 14.
[7] Elsbeth Locher, Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial (Hubungan Jambi-Batavia
(1830-1907) dan Bangkitnya Imperialisme Belanda, Jakarta: Banana KITLV,
2008, hlm. 268.
[8] Op
cit., point 14
[9] ibid.,
point 11.
[10] Naskah Kuno di Mendapo Limo Dusun,
dalam Voorhoeve, Op cit.,
[11] Yulizar Yunus, dkk. Kesultanan Indrapura dan Mandeh Rubiah di
Lunang Spirit Sejarah dan Kerajaan Bahari hingga Semangat Melayu Dunia,
2002, hal. 108-109.
[12] Snouck Hurgronje, Op cit., point 2 dan 6.
[13] Ibid.,
point 16
[14] Ibid.,
point 20
[15] Thahar Ramli, Biografi Mayjen H.A. Tahlib 1918-1973 Pejuang dari Bumi Sakti Alam
Kerinci, Padang: Yayasan Citra Budaya Indonesia, 2005, hal. 7
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, terima kasih atas artikel sejarah yg Sgt berharga ini. Sebagai salah satu ahli waris kesultanan inderapura, hamba menambahkan bahwa perlu penelitian lebih lanjut tentang Sultan rusli membantu Belanda memasuki kerinci, dengan melihat juga situasi dan kondisi Sang Sultan saat itj
BalasHapus